Label

Selasa, 03 Agustus 2010

BERDIANG PADA KATA

impian pernah kukemas sambil berpaling
lapis demi lapis tahun kutanam ia
sekaligus memasungku dalam sendiri
yang cuma mengurai sepiku
pada cangkang kosong
pada tanah basah
pada kayu lapuk
saat langit menderaskan hujan
di mana tak ada onggokan nyala
tempat unggun mulai mencipta bahasa

seperti Thales mengagumi air
kini kupunguti kata bagai benih berharga
kusemai yang tersisa
merawat yang kuncup
menulis pada lembar daunnya
berdiang pada kata-kata
hingga terakan makna
bagi separuh perjalanan tersisa


Susy Ayu
27 Juni 2010

SEPERTI MAKASSAR, KINI KUTERENGGUT OLEH BISUMU

di muara Jeneberang kumenunggu
sebelum kangen mengutukku menjadi batu batu Sombaopu
yang kau susun untuk tak bercakap denganku

apa yang kau saksikan, kekasih?
ketika tak lagi kau tiupkan angin yang menghangat
selain bandar-bandar karam
dan legenda kakek moyangku yang dicuri para pengembara
; cinta-cinta yang kelu
surat-surat Galileo kepada Karaeng Patingaloang
yang entah sampai ke tangan siapa

Susy Ayu
27 Juni 2010

Kau Adalah Paru-Paruku Yang Sebelah

pada akhirnya kita saling berteriak
menentukan siapa yang paling benar
bergemuruh seperti orang yang berjihad
sementara gelombang terus mengikis karang
yang kita pahat dengan air mata

menjadi serpihankah kita ?
menghampar di tepian
bersama batuan samudera remuk oleh ombak
membentuk pasir-pasir menghalus
dengan perahu-perahu kandas di atasnya

terkadang kita melakukan kesalahan
untuk sebuah alasan yang benar
tetapi pilar pilar maafku telah kubangun
menuntun jalanmu untuk pulang

aku akan menyembuhkan lukamu
sepenuh-penuh keyakinanku
sebagaimana selama ini telah kutukar
sebelah paru-paruku denganmu


Susy Ayu
28 Juni 2010 

DI PERJAMUAN

ini darahku, sesap baik-baik
dan ini dagingku, congkel lagi sekepal
di luar, sepi telah resah berkerumun

bagikan saja
dan jangan berduka
sebab tiap sajak,
cuma gema di getsemani

tidak, jangan berduka!
aku cuma seorang kekasih
yang bimbang menunggu

di kayu salibmu


Susy Ayu
9 Juli 2010

DAUN DAUN MILIK KITA

Daun-daun di hamparan rerumputan
ceritakan kisah yang datang terlambat

setitik air bergoyang di helainya
membuka pejam sepiku

saat engkau melintas
dirimu memantul padanya

berkacalah, sebelum musim berganti
: meresap aku ke dalam akarmu


Susy Ayu
3 Agustus 2010

Jumat, 25 Juni 2010

Martina McBride - In My Daughter's Eyes (LIVE)

In my daughter's eyes I am a hero
I am strong and wise and I know no fear
But the truth is plain to see
She was sent to rescue me
I see who I wanna be
In my daughter's eyes

In my daughter's eyes everyone is equal
Darkness turns to light and the
world is at peace
This miracle God gave to me gives me
strength when I am weak
I find reason to believe
In my daughter's eyes

And when she wraps her hand
around my finger
Oh it puts a smile in my heart
Everything becomes a little clearer
I realize what life is all about

It's hangin' on when your heart
has had enough
It's giving more when you feel like giving up
I've seen the light
It's in my daugter's eyes

In my daughter's eyes I can see the future
A reflection of who I am and what will be
Though she'll grow and someday leave
Maybe raise a family
When I'm gone I hope you see how happy
she made me
For I'll be there
In my daughter's eyes

Richard Marx-Right here waiting for you

Richard Marx - Now And Forever (Video Version)

Kamis, 17 Juni 2010

Aku Hamil Oleh Musim

Jauh dalam dirku bersemayam sebuah belantara
dengan pohon-pohon, belukar, rerambatan
serta binatang yang belum lagi menyandang nama
di sana kutinggal

terkadang sebagai seorang petapa, yang membenci kata-kata
atau Sita di hutan Dandaka; menunggu Rahwana menculikku
atau Rama membebaskanku
atau aku adalah segumpal tanah yang menanti sebentuk kata
lalu mengutukku menjadi Manusia.

sebatang sungai mengalir dari sana
dengan air yang diperas dari langit
diperam oleh akarakar, daun-daun yang membusuk, juga guguran benih
kadang aku terperangkap dalam bongkah bebatuan
atau menetes dari pucuk-pucuk stalaktit

kubayangkan bahwa sungai itu akan mengalir ke dataran di bawah sana
menjelma bendungan, kanal, dan parit-parit.
ia akan menjadi Nil, Indus, Yang-Tze, Eufrat, Tigris..
tapi yang temukan seringkali ia hanya sebutir air di pucuk daun
atau sebentuk kolam tempat seekor katak buruk tinggal
bahkan cuma genangan di kelopak Nepenthes
tempat ku sendiri terperangkap sebagai serangga sekarat

sungguh kuingin menguasai kata-kata, mengumpulkan dan menernakkannya,
beranak pinak menjadi sekumpulan hewan yang bisa kupanen sewaktu-waktu
tapi seringkali akuah yang digembalakannya, dibanding sebaliknya

musim menghampiri ku dengan kata-kata
membuatku hamil
dan memaksaku melahirkan sajak-sajak **



Susy Ayu
14 Juni 2010

Kutorehkan ini, pada Rahim kata-kataku

Kamis, 20 Mei 2010

Rahim Kata Kata Susy Ayu

Perempuan yang menyusuri jeram demi jeram
dengan cahaya kecil yang terjaga nyalanya
menyongsong cinta dengan gairah tak berkesudahan
terbit rasa nyaman dan nyeri sekaligus seperti sebuah cinta pertama
meski disadari itu datang dari ruang tersisa tentang kepergian

dengan kelemahan dan kekuatan
ditempuhnya hantaman gelombang dari dasar tebing
yang tak pernah bisa diduga kemana terlemparkan
pun setelah mampu dilalui

perempuan yang menulis segalanya
tanpa perlu membuktikan apa apa selain kepada diri
sebab titik titik Illahiah telah singgah di dadanya
seberapapun terang dan remangnya hidup
yang dijanjikan surga dan diancam neraka

hingga rahim kata katanya mengalir
seperti Durga, juga Uma
Hawa, juga Maria Magdalena
memulai dari hal terkecil, menelusup hingga yang terdalam

pada akhirnya sebuah tulisan adalah jagad kecil tempat kehidupan dibagi
Susy Ayu menulis untuk itu ***

Susy Ayu
9 Mei 2010

TARIAN ILALANG : DINAMIS DAN KOKOH

Ulasan yang disampaikan dalam acara Launching Buku Antologi Puisi “Tarian Ilalang”
di PDS HB Jassin, Jakarta
Sabtu, 15 Mei 2010.

Oleh : Susy Ayu


Tarian Ilalang, sebuah judul buku yang menarik. Kemudian terbayang di benak tentang sekumpulan ilalang , tampak rapuh namun tegak dan oleh angin mereka bergerak sangat dinamis, teratur dan mampu bertahan dalam kekeringan. Ilalang serupa kecemasan sekaligus harapan abadi manusia.

Tarian Ilalang, adalah sebuah buku antologi puisi. Antologi secara harfiah diturunkan dari kata bahasa Yunani yang berarti "karangan bunga" atau "kumpulan bunga", adalah sebuah kumpulan dari karya-karya sastra. Sementara kata puisi, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat.

Kita bisa menyebut beberapa nama Samuel Taylor Coleridge , Wordsworth , atau Dunton yang memiliki pendapatnya masing masing tentang puisi. Demikian juga kita, setelah menciptakan puisi dengan menjalani proses prosesnya, maka menurut saya puisi adalah merupakan sublimasi gerak perasaan dan pikiran yang terekam dalam kata kata. Sublimasi yang saya maksud tentu saja semacam perenungan/pengendapan yang melahirkan bentuk baru setelah penghayatan.

Dengan kata lain puisi bisa berupa “potret kata kata” atas diri kita atau di luar itu yang berhasil ditangkap dengan mata dan rasa kemudian terolah di dalam bathin, hingga melahirkan pikiran atau gagasan gagasan tentang hal itu di dalam sebuah frame.

Tarian Ilalang, antoloi puisi oleh Adrian Kelana, Arther Panther Olii, Atan Wira Bangsa, Bagus Prana, Faris Al Farisi, Geg Neka, Ira Ginda, Joezefhine Zejoe, Lina Kelana, dan Windy Aurora.

1. Adrian Kelana, dalam pengelanaannya ia menguatkan jejaknya atas asa ( Secawan Anggur Rajahan, hal. 4) dan cinta kepada sesama ( Kemana Asap Tungku Itu, hal. 8 ) juga harapannya (Musafir Kelana, hal 10).

2. Arther Panther Olii, berhasil menggali kepedihannya hingga terasa begitu kental namun mengiris dengan sangat halus pada liris penutupnya : O, tidakkah kalian lihat telah lahir sajak paling pedih dari bening mataku? ( Dan Lahirlah Sajak Paling Pedih Dari Bening Mataku, hal. 18).

3. Safwan Nizar - Athan Wira Bangsa, menghidupkan sajak sajaknya dari perenungan yang digali antara dunia dalam bawah sadar dan dunia dalam kesadaran serta mengantar kita untuk merunduk lebih dalam atas keagungan Illahi ( Aku Mencari-Mu, hal. 26) dan (Tuhan dan Rabi, hal. 27).

4. Bagus Prana, menulis rasa kehilangan dan pencarian akan cinta kasih yang lengkap tak terbelah, menyentuh rasa kemanusiaan kita (Syair Sebuah Balada, Hal. 37) , (Terlepas Sebuah Tanya, hal. 38) dan (Janji Dermaga Biru, hal. 40).
5. Faris Al Farisi, dialog ringan kerap kita temukan pada sajak sajaknya, dan itu membentuk keunikan dalam imaji yang kental (Kremasi, hal. 45) dan (Tentang Batu 4, hal. 50) .

6. Geg Neka, sajak sajaknya kerap irit diksi namun lincah dan memiliki makna pada keseluruhan bangunan puisinya. Sajaknya sangat dinamis, enerjik ( Pikiran, hal. 57), (Gelembung, hal. 58) dan tegas dalam lembutnya ( Lembayung, hal. 61).

7. Ira Ginda, nuansa gothic begitu kental membungkus pada kebanyakan puisinya, namun ia mampu membuat imaji imaji dalam gelap itu menjadi nyata di benak kita. Nuansa Romantika Gothic; yang mengungkapkan dunia cinta secara sensual dimana bisa menghasilkan jalinan yang kuat atau kadang tragis menyembul dari imaji imajinya (Kisah Rembulan Buta, hal. 65) dan (Pelacur Di Antara Kedua Kakimu, hal. 71). Dalam nuansa kelam itu Ira juga mampu memberi imaji yang lembut di dalam kehangatan yang miris (Secawan Teh Hangat, hal. 70) , (Jawabmu Sunyi, hal. 68) dan (Pangiilan Moksa, hal. 67)

8. Joezefhine Maria - Joezefhine Zejoe, cinta adalah nafas terkuat yang hadir dalam sajak-sajaknya. Menegaskan cinta meski terabaikan, bagi kekasih, bagi sesama dan bagi orang orang yang kehilangan (Berkata Waktu Yang Akan Datang, hal.76), (Aksara Tuk Sahabat, hal.78) dan (Bocah Bocah Kolong, hal. 79).

9. Lina Kelana, dalam beberapa puisinya ia berani menggunakan diksi yang cukup tabu , hingga kita merasakan amarah mengalir dari beberapa puisinya (Arumi, hal.85), (Di Kesempuranaan Ini Tuhan Tak Lagi Bermaterai, hal. 90) . Namun juga Lina mampu mencipta imaji yang indah lewat diksi diksi santun dan lembut menyentuh (Dawai Getar Hati, hal. 88) dan (Engkau dan Selembar Kisah, hal. 91).

10. Eka Yuli Windya Astuti- Windy Aurora,
Windy mengolah tema maut dengan pilihan metafora unik, yaitu perjalanan kereta api (Pulang Naik Kereta, hal. 104). Maut merupakan tema yang menghantui puisi-puisi Windy, sebagai ujung dari perjalanan waktu yang tidak tercegah, sebagaimana yang tersirat dalam puisi Kertas (hal. 97) dan Lapuk (hal. 105).

Sebagai penutup saya ingin menyampaikan bahwa semua penyair di atas mengangkat tema tema yang sama tentang cinta, sepi, kehilangan juga harapan tetapi hasilnya akan tetap berbeda sebab masing masing memiliki personalitas yang ditentukan dari daya kreatifitas mereka dimana puisi merupakan manifestasi langsung dari metabolisme mental . *

Susy Ayu
15 Mei 2010


NamBah: mohon maaf kepada sahabat Tarian Ilalang, dgn keterbatasan yg kumiliki dlm mengulas buku ini..salam sayang untuk semua..:)

Jumat, 07 Mei 2010

LAKI LAKI YANG MENCINTAIKU


apa yang akan kau lakukan padaku, Mas
ketika pertama kali kita akan bertemu lagi?

kaulihat aku duduk di sini, di bangku fiber itu, keras, dingin , berwarna plastik.
dari jauh, kau akan sudah mencium bauku
di tubuhku, melekat tujuh ratus kilometer pencarianmu,
bau besi layu, debu, keringat, debar jantungmu, kerinduanmu
di seberang pagar, Monas, tegak di atas Indonesia Raya yang terus menerus murung.

aku seperti Jakarta. Bersolek terus menerus namun tak kunjung bahagia.

aku akan menyapamu,
mungkin dengan gugup, barangkali juga dengan degup
dalam genggamanmu,
kau tahu dalam diriku ada yang terus bersiap untuk meletup

lalu, Jakarta akan menenggelamkan kita
di dalam taxi tangan kita bergenggaman
hatimu yang lesu, sebab kau tahu barangkali tiap kelokan tengah mengawasiku
di balik jendela, terpisah dari udara AC,
Jakarta menggeram dan terengah;
kemana, dimana Jakarta akan menyembunyikan kita?

ingin kau bawa aku pergi dari sini, dari reruntuhan itu;
di bawah lampunya yang gemerlap aku  tidak berbahagia
pergi, pergilah kita dari sana.
bersamamu kita putari bumi,
seperti Columbus yang bertaruh dengan sebutir telur.
kita pergi dari sini,
ke tempat burung-burung bercakap,
dan tak ada yang terjadi di luar lapar dan birahi.

di bawah Pancoran, hatiku ngungun
laki-laki gagah dan tegap itu,
pada siapakah api yang nyala di tangannya itu hendak menerangi?
Meluncur di jalan tol,
menggenggam tanganku,
membaui ubun-ubunku,
dadaku yang padat,
tubuhku yang lembut,
kausapa Jakarta.
Jakarta yang kau benci,
Jakarta yang menyembunyikanku
Jakarta yang menyembunyikan kita
Di bawah ketiaknya orang-orang berkerumun
untuk hidup yang terlalu berlendir untuk dibela;
Jakarta, Kramat Sentiong, Stasiun Tanah Abang, Tanjung Priok, Bekasi,
di sana kah kita akan bercinta?

aku ingin kau hamili di Tambi,
di bawah perdu teh, tidak di sini.
aku ingin hamil, ketika kita bercinta di rerumputan,
di semak-semak seperti binatang tak jauh dari belibis yang berenangan, di Ranu Kumbolo.
juga di rumahmu kelak, tempat dua ekor koki berenangan di akurium dan hujan turun di luar.
Tidak, tidak di Jakarta  **

Susy Ayu

(feb 09)

MAAFKAN


Dimuat di majalah KARTIKA no. 65, Desember 2008

Bila matahari telah tenggelam, maka ini adalah malam minggu kesekianku yang kulewati tidak dengannya. Terkadang aku begitu berterima kasih bahwa dalam hubungan kami tidak mengenal ritual malam minggu. Bagiku perempuan itu begitu sangat pengertian. Bisa terbayangkan aku akan direpotkan oleh hal-hal menjengkelkan karena wajib lapor pada malam bagi sebagian orang sangat keramat itu. Dengan leluasa aku bisa melewatkan waktu pada malam seperti itu bersama teman-temanku; clubbing, bilyard, juga ketiduran sampai pagi akibat pesta wine. Tentu saja hal itu membuat iri sebagian teman-temanku yang terikat kontrak malam minggu dengan kekasihnya. Aku sangat bangga dengan kebebasanku, walau kedengarannya sedikit norak. Seringnya aku mentertawakan teman-temanku yang harus mengarang bebas untuk menciptakan alasan yang masuk akal bagi kekasihnya demi sebuah ijin bebas tugas pacaran. Aku begitu leluasa, bahkan ketika menjalin kisah semalam dengan perempuan lain, aku selalu saja selamat keesokan harinya.

Akibat keleluasaanku itu aku kembali jatuh hati dengan perempuan lain yang kukenal saat clubbing di sebuah hotel, tentu saja dengan teman-teman bujanganku. Kupikir mungkin karena pada tubuhnya begitu banyak tersimpan harta karun yang lebih membuatku mabuk ketimbang jack danields. Setiap laki-laki selalu bilang seperti itu; perpaduan kesempurnaan wajah dan tubuhnya membuat sipapun yang melihatnya tidak ingin memalingkan wajah. Kami memiliki kebiasaan yang serupa, maka bersenang-senang dengan teman-teman dan bercinta dengannya bisa kunikmati pada malam dan tempat yang sama.

Selama berbulan-bulan kujalani sebagai symbol laki-laki yang bahagia, tentu saja di mata persekutuan para laki-laki penikmat dunia gemerlap malam. Bagaimana bisa dikatakan tidak bila aku memiliki dua kekasih sekaligus yang bisa mendukungku di segala suasana. Satu orang yang begitu lembut dan pengertian sedangkan satu lagi bagitu liar dan menyenangkan untuk berhura-hura.

Tetapi kini perempuan yang datang belakangan itu mulai berusaha menguasaiku, pun ketika aku ingin benar-benar bebas menikmati dunia hingar bingarku. Aku terpenjara di dalam kebebasanku. Ah aku menyesal, perempuan baru itu sekarang menjerat waktuku. Ini terasa sangat menyebalkan. Pertengkaran demi pertengkaran merebak di lantai disco, di ruang karaoke, di tempat bilyard, di tengah pesta wine. Aku mulai bosan dengannya.

Yang sangat mengejutkan adalah dia berani menamparku ketika seorang gadis yang mengkilap dan wangi menjatuhkan dirinya di bahuku, sekenanya aku memeluk tentu saja. Kami terhuyung berdua, aku mencium bau minuman keras dari nafasnya. Akupun tengah kehilangan keseimbangan, ah bukankah malam itu memang untuk bersenang-senang, aku tak perlu merasa cemas untuk tidak sepenuhnya dalam keadaan sadar. Apapun yang terjadi dalam ketidaksadaran itu adalah suatu lelucon yang begitu menggairahkan.

Aku bergulingan di lantai dengan gadis itu, saling mendekap, lalu kami sama bangkit dengan senyum dan tawa. Sebelum pergi, gadis itu mencium bibirku lalu merapikan rok mininya yang tersibak. Belum lagi aku benar-benar merasa tegak untuk berdiri dan kembali mengikuti alunan hingarnya musik, sebuah tamparan yang sangat keras menghantam pipi kananku. Kilatan marah dan cemburu membakar dari mata perempuanku keduaku itu. Tentu aku tidak membalasnya, kutangkap saja tangannya yang akan melayang dua kali, lalu kutinggalkan ia begitu saja. Di mataku dia melakukan kesalahan yang sangat fatal, adalah aib menampar wajahku untuk alasan apapun.

Ternyata aku tidak perlu merasa kuatir untuk tidak bisa melepaskannya, ketika di malam berikutnya ia sudah kutemui di lantai disco dengan laki-laki lain. Aku memang laki-laki yang beruntung, begitu selalu yang dilontarkan teman-teman persekutuanku; kapan saja aku bisa meminta perempuan untuk datang dan pergi.

Satu jam lagi aku akan berangkat menjemput Rohan, lalu kami akan berkumpul dengan yang lain untuk menghabiskan sepanjang malam di sebuah cafe . Tapi entah mengapa, perasaan malas tiba-tiba menyergapku. Wajah perempuanku satu-satunya berkelabat di kepala. Ada kerinduan yang aneh, lebih deras dari sebelumnya. Segera kutepis rasa melankolis yang bisa membuatku bergantung padanya, toh ia tampak baik-baik saja tanpa aku, maka aku juga akan selalu baik-baik saja tanpanya. Pertukaran yang menurutku cukup adil.

Aku melesat keluar garasi, sudah kubangun cukup kuat untuk tetap menjemput Rohan. Seperti usahaku membangun bayangan indahnya remang cafe dan nikmatnya minuman yang kutengguk nanti. Gadis-gadis yang berseliweran dengan kerlingan genit, perkenalan-perkenalan yang tak terduga. Ah, makhluk rupawan itu punya cara yang tak pernah habis untuk membuat laki-laki bergelora dan merasa terlahir terus menerus.

Aku terhenyak. Tanpa kusadari jalan lurus yang mesti aku lalui menuju apartemen Rohan malah berada semakin jauh di samping kiriku. Aku kenal betul jalan ini mesti sangat jarang kulewati. Memalukan sekali harus mengakui diri bahwa ternyata alam bawah sadar lebih kuat menggiringku ke jalan ini. Semakin berat rindu menyelip-nyelip mencari celah kosong di hati dan pikiranku. Aku menyerah, ini malam minggu pertama sejak kami menjalin hubungan yang akan kulewati untuk bertemu dengannya. Itupun dengan keinginan yang berusaha kupatahkan.

Dua ratus meter lagi aku akan sampai, aku berdebar. Ia akan sangat terkejut atas kedatanganku yang tiba-tiba. Aku mesti bilang apa karena tiba-tiba menemuinya? Kangenku tak bisa terbendung? Sementara telepon dari Rohan di telepon genggamku ku reject setiap kali berkedip. itu lebih membuat dadaku bergemuruh. Aku tidak bisa berbalik arah. Lebih menyebalkan berada di tempat lain sendirian, maka tak ada tempat untuk pulang.

Kubiarkan aku melintas rumahnya tanpa berhenti. Rumah itu sepi, lampu terasnya mati .Aku menjadi sangat panik, bagaimana bila ternyata ia tak ada? Atau ada laki-laki lain duduk menemaninya? Mungkin saja ia tengah menghabiskan malam ini dengan seseorang di tempat lain? Aku tiba- tiba menyesal, kenapa aku tidak pernah ingin tahu dimana ia berada? Apa kebiasaannya di malam – malam seperti ini? Dan untuk pertama kalinya aku merasa khawatir bila kehilangan seorang perempuan. Kehilangan dirinya.

Tak kubiarkan aku melewatinya lebih dari dua kali, maka aku menepi dan menarik napas dalam sebelum melangkah turun dan membunyikan bel rumahnya. Dua kali, tidak ada tanda-tanda jawaban. Lampu teras menyala, kemudian aku sudah benar-benar berada di dekatnya. Duduk menatap matanya lurus-lurus, aku terpesona. Dibalik baju tidurnya dengan wajah yang polos tanpa riasan sedikitpun, aku merasa menemukan kecantikan sejati. Ia begitu jelita.

Entah kekuatan sihir macam apa yang ia miliki, aku begitu terhanyut oleh kata-kata yang terurai dari mulutnya. Mungkin itu mantera yang merasuki keseluruhan hatiku. Ah, itu bukan mantera. Ia hanya mengatakan perasaannya, ” Meski terkejut, aku senang kau datang . Sebenarnya aku berharap seperti ini sejak dulu.”

Aku tahu, ia tidak membutuhkan alasanku datang secara mengejutkan begini. Aku pun tidak merasa harus menceritakan apa saja yang aku lakukan selama melewatkan malam begini tanpanya, hanya sorot mata beningnya memperlihatkan kekayaan cinta. Aku bisa menduga, seluas itu pula kepercayaannya padaku. Tiba-tiba aku merasa telah mengkhianatinya selama ini, suatu perasaan yang tidak pernah ada sebelumnya.

Tatap matanya menuntunku untuk membuat sebuah pengakuan, pengakuan akan kehadiran perempuan lain namun berakhir dengan keyakinan hati meninggalkan perempuan lain itu untuk memilihnya juga sederetan janji untuk selalu bersetia. Aku tidak sedang dalam rangka memanipulasi hatinya, tetapi inilah yang sesungguhnya aku rasakan. Wanita ini rupanya mempunyai arti yang besar bagiku, getar cintaku kurasa hidup sampai saat ini.

Aku jatuh hati pada tiap tiap kali pertemuan dengannya. Semakin menggelembung sehingga menjadikannya satu-satunya perempuan yang mampu menambat hatiku. Debu cinta tidak lagi bertebaran di sekitarku, seperti sebelumnya, dimana aku bisa dengan begitu mudah jatuh cinta pada siapa saja yang aku temui dan di saat debu itu terbang maka melayang pula cintaku.

Lalu sampailah aku pada malam ini, di dalam sebuah cafe yang cahayanya temaram. Aku duduk berhadapan sambil menggenggam erat tangan halusnya. Akhirnya sampai juga aku pada perjalanan terakhirku, aku terdampar pada titik keyakinanku untuk memiliki dirinya selamanya. Maka kemudian dengan penuh cinta kukenakan di jari manisnya cincin terindah yang pernah kulihat , juga merupakan satu-satunya benda yang kuberikan pada seorang perempuan seiring perasaan yang luar biasa dalam dan hikmat. Aku memintanya untuk bersedia menikah denganku. Kutangkap wajahnya yang terkejut, ah rupanya adegan yang sudah begitu kurencanakan ini menjadi demikian indah. Ini akan menjadi peristiwa yang akan terpahat kuat di dalam riwayatku.

Perlahan ia menarik jemarinya dari telapak tanganku yang terbuka, matanya meredup. Sebuah pengakuanpun terurai dari bibir indahnya, tentang seorang laki-laki lain yang kemudian hadir di dalam hari-hari yang telah kami lalui. Sebelum kulihat ia melepaskan lingkaran putih bermata berlian dari jarinya sempat kudengar ia mengucapkan sesuatu. “ Maaf untuk tidak memilihmu.”


****** SELESAI******

Rabu, 05 Mei 2010

SENDIRI

tak ada yang lebih indah dari warna jingga pada senja
walau kirimkan geletar di beranda
sekaligus sepi yang mengerubung
seperti serangga yang membaur sulit untuk dikenali

aku masih bertahan di sini
letakkan harapan pada sendi pelana yang berkembang
memecah kenari, membuat kapal
maka manusia mencipta peradaban
di mana kita seharusnya punya jutaan cara untuk saling menghangatkan

tapi tak ada siapa siapa di sini
selain ranjang dan kulkas yang kosong
membakar kesadaran seperti makanan yang masam
hingga satusatunya suara yang terdengar
adalah degup jantungku sendiri ***


Susy Ayu


4 Mei 2010

Selasa, 04 Mei 2010

DI LANGIT KOTAMU


perasaanku jauh melampaui apa yang kita capai
hingga ia mengambang di antara langit dan bumi
angin yang begitu kejam menerpa bertikungan
sementara langit tidak pernah merasa lelah untuk menggemuruh

entah apa yang mesti kubangun di sini
apakah aku harus merasa bahagia atau tidak
sendirian di tempat asing bagaikan seorang perempuan yang menunggu
sambil menggenggam cemas untuk sebuah kencan berbahaya

betapa aku tak ingin tenggelam dalam kabut
di mana kesedihan lihai memainkan perannya
sementara kau melihatku sungguh penuh daya tarik
sebab di luar itu, bagimu,
tidak ada perempuan yang lebih cantik dibanding perempuan yang sedang bersedih

aku masih di sini
mengambang jua di langit kotamu***

Susy Ayu     (nov 09)  

Senin, 03 Mei 2010

MENGEJA KATA


kau mengeja kata cinta
begitu pengakuannmu
aku goyah mempercayai itu

tadi malam purnama di jendela kamar kau tempelkan
setiap hari mentari kau teduhkan di halaman
lalu senja kabarkan aku begitu lekat di ingatan

seperti apa kata cinta yang kau eja itu?
ajarkan aku bunyinya
hingga ku bisa menyamakan irama
agar kau merasakan
segala senja, purnama dan matahari itu juga kurawat untukmu
dan kelak kau tak selalu menyimpan ragu
betapa aku mencintaimu**

Susy Ayu
(sept 09)

PADA




aku mencintaimu
pada sebuah pemaknaan yang kerap sulit kupahami
pada selembar nyawaku di pangkuanmu
pada pasang surut sebab gravitasi gairah
pada tubuhku yang gemar kauterakan tanda
pada kabut tipis di pelupuk matamu
pada rentang jarak dan waktu
pada lubang pengkhianatan
pada mu yang mencintaiku ***

Susy Ayu
9 April 2010